Setelah Rasulullah saw.
Wafat dan belum dimakamkan, kaum muhajirin dan ansar berselisih pendapat
tentang pengangkatan khalifah. Perselisihan itu menimbulkan ketegangan diantara
kedua belah pihak. Suasana tegang yang memuncak itu cepat diatasi oleh dua
tokoh yaitu, Abu Ubaidah Bin Jurah dari pihak muhajirin dan Basyir Ibnu Saad dari
pihak ansar. Kemudian, suasana itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Abu Bakar
Sidiq. Lalu ia berkata :
“marilah kita semua pusatkan perhatian kepada
dua tokoh dan silahkan pilih, yaitu Umar Bin Khatab atau Ubaidah Bin Jurrah.”
Saat itulah kedua tokoh tersebut dengan
spontan berteriak “ mana mungkin hal itu!
Demi Allah, kami tidak akan menyerahkan pimpinan kecuali kepada mu. Engkaulah
tokoh terkemuka dalam kalangan muhajjirin dan pengganti rasul serta sebagai
imam salat. Siapa yang mampu membelakangimu dan siapakah yang lebih layak
darimu, ulurkan tangan mu dan kami akan mengangkat baiat terhadap mu!”
Setelah
selesai pengangkatan khalifah, kemudian dilaksanakan pemakaman Rasullah saw.
Tepatnya pada hari selasa malam rabu. Selesai pemakaman, menjelang salat isya
Abu Bakar Sidiq naik mimbar dalam Mesjid Nabawi dan mngucapkan Khotbah yang
pertama dalam kedudukannya sebagai Khalifah. Isi khotbah beliau berbunyi :
“hai
orang banyak semuanya, aku diangkat mengepalai kamu dan aku bukanlah yang
terbaik diantara kamu. Jika aku membuat kebaikan maka dukunglah aku, jika aku membuat kejelekan maka betulkanlah
aku. Kebenaran itu suatu amanat dan kebohongan itu suatu khianat. Yang terlemah
diantara kamu, aku anggap terkuat sampai aku mengambil dan memulangkan haknya.
Yang terkuat diantara kamu aku anggap
terlemah sampai aku mengambil hak silemah dari tangannya. Janganlah seorangpu
diantara kamu meninggalkan jihad. Kamu
yang meninggalkan jihad akan ditimpakan kehinaan oleh Allah. Patuhilah aku
selama aku mematuhi Allah dan Rasulnya. Apabila aku mendurhakai ALLAH dan
Rasul-Nya, tiada kewajiban patuh bagi mu terhadap ku . sekarang marilah
tunaikan shalat, semoga Allah melimpahkan rahmat terhadap kamu”
Jasa dan Peninggalan Abu Bakar
Di masa awal pemerintahan Abu Bakar, diwarnai dengan
berbagai kekacauan dan pemberontakan, seperti munculnya orang-orang murtad,
aktifnya orang-orang yang mengaku diri sebagai nabi (nabi palsu), pemberontakan
dari beberapa kabilah Arab dan banyaknya orang-orang yang ingkar membayar zakat
merupakan tantangan dari negara yang baru berdiri.
Adanya orang murtad disebabkan karena mereka belum
memahami benar tentang Islam, mereka baru dalam taraf pengakuan, atau mereka
masuk Islam karena terpaksa. Sehingga begitu Rasulullah SAW wafat, mereka
langsung kembali kepada agama semula. Karena mereka beranggapan , bahwa kaum
Quraisy tidak akan bangun lagi setelah pimpinannya Nabi Muhammad Saw wafat.
Golongan yang tidak mau membayar zakat banyak timbul
dari kabilah yang tinggal di kota Madinah, seperti Bani Gatfan, Bani Bakar dll.
Mereka beranggapan bahwa membayar zakat hanya kepada Nabi Muhammad SAW, dan
setelah beliau wafat maka tidak lagi wajib membayar zakat.
Orang yang mengaku sebagai nabi sebenarnya sudah ada
pada hari-hari terakhir kehidupan Nabi Muhammad SAW, walaupun mereka masih
sembunyi-sembunyi.
Dari kekacauan yang muncul di awal pemerintahan
tersebut, Abu Bakar bekerja keras untuk menumpasnya .
Untuk menumpas kelompok-kelompok tersebut di atas, Abu
Bakar bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum Muslimin menentukan apa
tindakan yang harus diambil mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Di dalam kesulitan yang memuncak inilah terlihat
kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar. Dengan tegas dinyatakannya, bahwa
beliau akan memerangi semua golongan yang telah menyeleweng dari kebenaran,
baik yang murtad, yang mengaku Nabi palsu, maupun yang enggan membayar zakat,
sehingga semuanya kembali kepada kebenaran. Setelah bermusyawarah Abu Bakar
menugaskan antara lain kepada : Usamah bin Zaid, Khalid bin Walid, Amr bin Ash,
Yazid bin Abu Sofyan untuk memerangi golongan tersebut.
Setelah berbagai macam gejolak dan kekacauan dapat
ditangani secara tuntas, maka Abu Bakar selalu berusaha untuk melakukan
berbagai langkah demi kemajuan umat Islam.
Kemajuan-kemajuan
yang dicapai Abu Bakar
Kemajuan yang telah dicapai pada masa pemerintahan Abu
Bakar selama kurang lebih dua tahun, antara lain:
1. Perbaikan sosial (masyarakat)
2. Perluasan dan pengembangan wilayah
Islam
3. Pengumpulan ayat-ayat Al Qur'an
4. Sebagai kepala negara dan pemimpin
umat Islam
5. Meningkatkan kesejahteraan umat.
Perbaikan sosial yang dilakukan Abu Bakar ialah usaha
untuk menciptakan stabilitas wilayah Islam dengan berhasilnya mengamankan tanah
Arab dari para penyeleweng (orang-orang murtad, nabi-nabi palsu dan orang-orang
yang enggan membayar zakat).
Adapun usaha yang ditempuh untuk perluasan dan
pengembangan wilayah Islam Abu Bakar melakukan perluasan wilayah ke luar
Jazirah Arab.
Daerah yang dituju adalah Irak dan Suriah yang
berbatasan langsung dengan wilayah kekuasaan Islam. Kedua daerah itu menurut
Abu Bakar harus ditaklukkan dengan tujuan untuk memantapkan keamanan wilayah
Islam dari serbuan dua adikuasa, yaitu Persia dan Bizantium. Untuk ekspansi ke
Irak dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan ke Suriah dipimpin tiga panglima
yaitu : Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan dan Surahbil bin Hasanah.
Sedangkan usaha yang ditempuh untuk pengumpulan
ayat-ayat Al Qur'an adalah atas usul dari sahabat Umar bin Khattab yang merasa
khawatir kehilangan Al Qur'an setelah para sahabat yang hafal Al Qur'an banyak
yang gugur dalam peperangan, terutama waktu memerangi para nabi palsu.
Alasan lain karena ayat-ayat Al Qur'an banyak
berserakan ada yang ditulis pada daun, kulit kayu, tulang dan sebagainya. Hal
ini dikhawatirkan mudah rusak dan hilang.[10]
Atas usul Umar bin Khattab tersebut pada awalnya Abu
Bakar agak berat melaksanakan tugas tersebut, karena belum pemah dilaksanakan
pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun karena alasan Umar yang rasional yaitu
banyaknya sahabat penghafal Al Qur'an yang gugur di medan pertempuran dan
dikhawatirkan akan habis seluruhnya, akhirnya Abu Bakar menyetujuinya, dan
selanjutnya menugaskan kepada Zaid bin Sabit, penulis wahyu pada masa
Rasulullah SAW, untuk mengerjakan tugas pengumpulan itu.
Kemajuan yang diemban sebagai kepala negara dan
pemimpin umat Islam, Abu Bakar senantiasa meneladani perilaku rasulullah SAW.
Bahwa prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan seperti yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW selalu dipraktekkannya. Ia sangat memperhatikan keadaan
rakyatnya dan tidak segan-segan membantu mereka yang kesulitan. Terhadap sesama
sahabat juga sangat besar perhatiannya.
Sahabat yang telah menduduki jabatan pada masa Nabi
Muhammad SAW tetap dibiarkan pada jabatannya, sedangkan sahabat lain yang belum
mendapatkan jabatan dalam pemerintahan juga diangkat berdasarkan kemampuan dan
ketrampilan yang dimiliki..
Sedangkan kemajuan yang dicapai untuk meningkatkan
kesejahteraan umum, Abu Bakar membentuk lembaga "Baitul Mal", semacam
kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah,
sahabat Nabi SAW yang digelari "amin al-ummah" (kepercayaan umat).
Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada
Umar bin Khattab .[11]
Kebijaksanaan lain yang ditempuh Abu Bakar membagi
sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat
dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa
tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan
yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah
SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
Persoalan besar yang sempat diselesaikan Abu Bakar
sebelum wafat adalah menetapkan calon khalifah yang akan menggantikannya.
Dengan demikian ia telah mempersempit peluang bagi timbulnya pertikaian di
antara umat Islam mengenai jabatan khalifah. Dalam menetapkan calon
penggantinya Abu Bakar tidak memilih anak atau kerabatnya yang terdekat,
melainkan memilih orang lain yang secara obyektif dinilai mampu mengemban
amanah dan tugas sebagai khalifah, yaitu sahabat Umar bin Khattab. Pilihan
tersebut tidak diputuskannya sendiri, tetapi dimusyawarahkannya terlebih dahulu
dengan sahabat-sahabat besar. Setelah disepakati , barulah ia mengumumkan calon
khalifah itu.[12]
Abu Bakar dengan masa pemerintahannya yang amat
singkat ( kurang lebih dua tahun ) telah berhasil mengatasi tantangan-tantangan
dalam negeri Madinah yang baru tumbuh itu, dan juga menyiapkan jalan bagi
perkembangan dan perluasan Islam di Semenanjung Arabia.