Organisasi
adalah (Yunani: ὄργανον, organon - alat)
adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah
untuk tujuan bersama.
Terdapat beberapa
teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok satu sama lain, dan
ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat
atau wadah bagi orang-orang untuk berkumpul, bekerjasama secara rasional dan
sistematis, terencana, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan
lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
organisasi.
Menurut para ahli
terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut.
·
Stoner mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola
hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan
mengejar tujuan bersama .
·
James D. Mooney mengemukakan
bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
tujuan bersama .
·
Chester I.
Bernard berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu
sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
·
Stephen P.
Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity)
sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif
dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan..
Sebuah organisasi
dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta
tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut
terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap
baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat di
sekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya
manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka
pengangguran
Orang-orang yang ada
di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Rasa
keterkaitan ini, bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Akan tetapi
sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di dalam keanggotaan
mereka, meskipun pada saat mereka menjadi anggota, orang-orang dalam organisasi
berpartisipasi secara relatif teratur.
Dalam berorganisasi
setiap individu dapat berinteraksi dengan semua struktur yang terkait baik itu secara langsung maupun
secara tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih.[6]. Agar dapat berinteraksi secara efektif setiap
individu bisa berpartisipasi pada organisasi yang bersangkutan. Dengan
berpartisipasi setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang
harus dilakukan. Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental
atau pikiran dan emosi atau
perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan
sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan.
Keterlibatan aktif
dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi
dapat diartikan sebagai keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau perasaan
seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan
kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab
terhadap usaha yang bersangkutan.
Unsur-unsur
Menuruth Keith Davis ada
tiga unsur penting partisipasi:
1.
Unsur pertama, bahwa partisipasi atau keikutsertaan
sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan
secara jasmaniah.
2.
Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan
kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan
untuk membantu kelompok.
3.
Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab.
Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. Hal ini
diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belongingness”
.
Jenis-jenis Organisasi
·
Formal
·
Informal
·
Non formal
Keith Davis juga
mengemukakan jenis-jenis partisipasi, yaitu sebagai berikut[1]:
1.
Pikiran (psychological participation)
2.
Tenaga (physical partisipation)
3.
Pikiran dan tenaga
4.
Keahlian
5.
Barang
6.
Uang
Syarat-syarat
Agar suatu
partisipasi dalam organisasi dapat berjalan dengan efektif, membutuhkan
persyaratan-persyaratan yang mutlak yaitu .
·
Waktu. Untuk dapat berpatisipasi diperlukan waktu.
Waktu yang dimaksudkan disini adalah untuk memahamai pesan yang disampaikan
oleh pemimpin. Pesan tersebut mengandung informasi mengenai apa dan
bagaimana serta mengapa diperlukan peran serta.
·
Bilamana dalam kegiatan partisipasi ini
diperlukan dana perangsang,
hendaknya dibatasi seperlunya agar tidak menimbulkan kesan “memanjakan”, yang
akan menimbulkan efek negatif.
·
Subyek partisipasi hendaknya relevan atau berkaitan
dengan organisasi di mana individu yang bersangkutan itu tergabung atau
sesuatau yang menjadi perhatiannnya.[1]
·
Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk
berpartisipasi, dalam arti kata yang bersangkutan memiliki luas lingkup
pemikiran dan pengalaman yang sama dengan komunikator, dan kalupun belum ada,
maka unsur-unsur itu ditumbuhkan oleh komunikator.
·
Partisipasi harus memiliki kemampuan untuk melakukan
komunikasi timbal balik, misalnya menggunakan bahasa yang sama atau yang
sama-sama dipahami, sehingga tercipta pertukaran pikiran yang efektif atau
berhasil.[1]
·
Para pihak yang bersangkutan bebas di dalam
melaksanakan peran serta tersebut sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
·
Bila partisipasi diadakan untuk menentukan suatu
kegiatan hendaknya didasarkan pada kebebasan dalam kelompok, artinya tidak
dilakukan pemaksaan atau penekanan yang dapat menimbulkan ketegangan atau
gangguan dalam pikiran atau jiwa pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini
didasarkan pada prisnsip bahwa partisipasi adalah bersifat persuasif.
Partisipasi dalam
organisasi menekankan pada pembagian wewenang atau
tugas-tugas dalam melaksanakan kegiatannya dengan maksud meningkatkan efektif
tugas yang diberikan secara terstruktur dan lebih jelas.
Kebaikan dan
keburukan bentuk-bentuk Organisasi
Organisasi Lini
Organisasi lini
adalah suatu bentuk organisasi yang didalamnya adanya batasan yang jelas antara
pimpinan dan bawahan. Pimpinan bertanggung jawab atas segala kegiatan
organisasi dan mempunyai hak untuk mengambil keputusan dan wewenang lalu,
bawahan harus mematuhinya.
Kekurangan dari
organisasi lini adalah kurangnya seorang pimpinan yang berpengalaman dan
berpengetahuan luas, adanya kecenderungan untuk seorang pimpinan untuk
bertindak otoriter/dictator,dalam pengembangan suatu bawahan kurang mendapat
perhatian, karena mereka tidak pernah diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan dan kurang bebas dalam melakukan tindakan.
Organisasi lini dan Staff
Perpaduan antara
struktur organisasi garis dengan struktur organisasi fungsional dengan bantuan
staff. Keburukan Organisasi Lini dan Staf, yaitu : Struktur organisasinya
sangat rumit, adanya kemungkinan pimpinan staf melampaui batas kewenangannya,
dan perintah lini dan perintah staf sering membingungkan anggota organisasi
karena kedua jenis hirarki sering tidak seirama dalam memandang sesuatu.
Organisasi Fungsional
Organisasi Fungsional
adalah organisasi yang susunannya berdasarkan atas fungsi-fungsi yang ada dalam
organisasi tersebut,Dalam organisasi ini seorang tenaga kerja tidak hanya
bertanggung jawab kepada satu atasan saja. Pada organisasi ini pemimpin berhak
memerintahkan kepada para tenaga kerja/para karyawannya, selama masih dalam
hubungan pekerjaan.Sehingga seorang pekerja dapat saja diperintah oleh lebih
dari satu atasan sesuai dengan keahliannya.
Kelebihan
Karena masing –
masing divisi dalam management lebih terfokus dalam menggarap satu bidang saja,
sehingga memunculkan orang – orang yang benar – benar berkompeten di bidang
tersebut. Keprofesionalitasan dalam bidang ini menjadi salah satu indikator
bagaimana organisasi pada umumnya dan masing – masing divisi dalam suatu
organisasi pada khususnya berjalan dan sesuai dengan programyang telah
dijalankan. Lebih bisa mencapai hasil yang maksimal dalam jalur – jalur garis
besar program perusahaan yang benar untuk menghindari jika ada kesalahan yang
mendasar dalam perusahaan, perusahaan dapat cepat menyelesaikannya.
·
perusahaan lebih produktif. Dengan struktur yang baik
dalam bekerja menyebabkan para pekerja semakin giat dalam menjalankan
pekerjaannya guna mencapai hasil yang terbaik.
·
Memunculkan inovasi – inovasi baru. Karena banyaknya
orang – orang yang benar berkompeten di bidang masing – masing bidang, maka
akan banyak timbul ide – ide dan kreatifitas serta inovasi – inovasi sehingga
perusahaan tidak jalan di tempat dan deadlock bahkan varietas perusahaan
menjadi kian beragam.
·
Perusahaan lebih bisa berkembang dan maju. Seiring
munculnya banyak inovasi – inovasi baru maka perusahaan pun akan cepat
berkembang dengan memaksimize setiap tujuan perusahaan dalam mencapai
profityang diharapkan oleh perusahaan.
Kelemahan
Karena banyaknya
orang ahli dan kompeten di bidangnya maka muncul konflik – konflik baik
vertikal maupun horizontal, banyaknya orang ahli di masing – masing bidang
menimbulkan seringnya gesekan – gesekan opinion maupun ide sangat sering
terjadi yang bisa mengganggu stabilitas perusahaan.
·
Sulitnya mengontrol perusahaan karena banyaknya bidang
dan divisi serta “ ilmuwan – ilmuwan “ di masing – masing bidangnya. Yang
akhirnya harus merekrut dewa pengawas perusahaan-perusahaan dalam setiap
bidang.
·
Penyimpangan – penyimpangan jadi sulit terlacak dan
lebih sering terjadi yang bukan mustahil menimbulkan kerugian yang besar pada
perusahaan. Karena banyaknya bidang dan divisi yang harus dikontrol sehingga
pengawasanpun menjadi lemah.
·
Sulit mencari figur pimpinan karena banyaknya orang –
orang yang ahli dan berkompeten di bidangnya sehingga sangat sulit menilai
karena kedudukan dan peranan yang sama dalam perusahaan.
·
Muncul persaingan yang tidak sehat karena masing
–masing merasa ahli dan berperan dalam perusahaan. Untuk itu perusahaan harus
selektif dalam mencari para ahli dalam setiap bidangyang dipegang.
Suatu organisasi baik
itu organisasi formal maupun informal dalam melakukan segala aktivitasnya
pastilah terdapat hubungan diantara orang-orang yang melaksanakan aktivitas
tersebut. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan, maka akan semakin kompleks
juga hubungan yang terjalin. Untuk mengatasi masalah itu,maka dibuatlah stuktur
organisasi yang menggambarkan hubungan antar kelompok/bagian.
Kepribadian adalah
keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu
lain Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa
diukur yang ditunjukkan oleh seseorang.
Disamping itu
kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri yang menonjol pada diri individu,
seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”.
Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang
yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya
kepribadian”
Berdasarkan psikologi,
Gordon Allport menyatakan bahwa kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai
aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses.
Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit
Allport menyebutkan, kepribadian secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Ciri-ciri kepribadian
Para ahli tampaknya
masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu
penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall
dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian
yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia
menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut
pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu
sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan
diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu
proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi
dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut
dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang
dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan
antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh
keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik,
tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang
bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk menjelaskan tentang
kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak
dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori
Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm,
Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt
Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari
Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.
Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek
kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
·
Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika
perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
·
Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat
lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
·
Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif,
negatif atau ambivalen.
·
Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi
emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,
marah, sedih, atau putus asa
·
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk
menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau
menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang
dihadapi.
·
Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan
dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau
tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu
memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth
(Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak
sehat, sebagai berikut :
Kepribadian yang
sehat
·
Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu
menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik,
pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
·
Mampu menilai situasi secara realistik; dapat
menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan
mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai
sesuatu yang sempurna.
·
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara
realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara
rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex,
apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami
kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap
optimistik.
·
Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan
terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya.
·
Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara
berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan
mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di
lingkungannya.
·
Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya,
dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau
konstruktif , tidak destruktif (merusak)
·
Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan
dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang
(rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan
dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
·
Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek,
empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau
masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai
dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap
orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang
lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
·
Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam
kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
·
Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya
berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
·
Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan,
yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan),
dan affection (kasih sayang).
Kepribadian yang
tidak sehat
·
Mudah marah (tersinggung)
·
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
·
Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
·
Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang
usianya lebih muda atau terhadap binatang
·
Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku
menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum
·
Kebiasaan berbohong
·
Hiperaktif
·
Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
·
Senang mengkritik/mencemooh orang lain
·
Sulit tidur
·
Kurang memiliki rasa tanggung jawab
·
Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya
bukan faktor yang bersifat organis)
·
Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
·
Pesimis dalam menghadapi kehidupan
·
Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani
kehidupan
Faktor-faktor penentu kepribadian
·
Faktor keturunan
·
Faktor lingkungan
Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif
adalah sikap yang cenderung oportunis, berinisiatif, berani bertindak, dan
tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan
perubahan positif daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
·
Sanguin → dijuluki si "Populer" karena
pandai persuasif dan ingin terkenal.
·
Koleris → dijuluki si "Kuat" karena sering
dominan dan kompetitif.
·
Melankolis → dijuluki si "Sempurna" karena
perfeksionis dan serba teratur.
·
Plegmatis → dijuluki si "Cinta Damai" karena
kesetiaannya dan menghindari konflik.
Sanguin
Kekuatan
·
Suka bicara.
·
Secara fisik memegang pendengar, emosional dan
demonstratif.
·
Antusias dan ekspresif.
·
Ceria dan penuh rasa ingin tahu.
·
Hidup di masa sekarang.
·
Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan).
·
Berhati tulus dan kekanak-kanakan.
·
Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan
bicara).
·
Umumnya hebat di permukaan.
·
Mudah berteman dan menyukai orang lain.
·
Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian.
·
Menyenangkan dan dicemburui orang lain.
·
Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam).
·
Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau
keadaan yang membosankan.
·
Menyukai hal-hal yang spontan.
Kelemahan
·
Suara dan tertawa yang keras (bahkan terlalu keras).
·
Membesar-besarkan suatu hal / kejadian.
·
Susah untuk diam.
·
Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau
orang lain (suka ikutan Gank).
·
Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang
sepele.
·
RKP (Rentang Konsentrasi Pendek) alias pelupa.
·
Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan
kewajiban (awalnya saja antusias).
·
Mudah berubah-ubah.
·
Susah datang tepat waktu jam kantor.
·
Prioritas kegiatan kacau.
·
Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah
mendengarkan dengan tuntas.
·
Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah
masalahnya.
·
Egoistis alias suka mementingkan diri sendiri.
·
Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama.
·
Konsentrasi ke "How to spend money" daripada
"How to earn/save money".
Koleris
Kekuatan
·
Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif.
·
Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi
kesalahan.
·
Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/
target.
·
Bebas dan mandiri.
·
Berani menghadapi tantangan dan masalah.
·
"Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari
esok harus lebih baik dari hari ini".
·
Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat.
·
Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada
produktivitas.
·
Membuat dan menentukan tujuan.
·
Terdorong oleh tantangan dan tantangan.
·
Tidak begitu perlu teman.
·
Mau memimpin dan mengorganisasi.
·
Biasanya benar dan punya visi ke depan.
·
Unggul dalam keadaan darurat.
Kelemahan
·
Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis).
·
Senang memerintah.
·
Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai.
·
Menyukai kontroversi dan pertengkaran.
·
Terlalu kaku dan kuat/ keras.
·
Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik.
·
Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu
rinci.
·
Sering membuat keputusan tergesa-gesa.
·
Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung
memperalat orang lain.
·
Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan.
·
Workaholics (cinta mati dengan pekerjaan).
·
Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf.
·
Mungkin selalu benar tetapi tidak populer.
Melankolis
Kekuatan
·
Analitis, mendalam, dan penuh pikiran.
·
Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal.
·
Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis).
·
Sensitif.
·
Mau mengorbankan diri dan idealis.
·
Standar tinggi dan perfeksionis.
·
Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan
teratur (rapi).
·
Hemat.
·
Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif
(sering terlalu kreatif).
·
Kalau sudah mulai, dituntaskan.
·
Berteman dengan hati-hati.
·
Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
·
Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi.
·
Sangat memperhatikan orang lain.
Kelemahan
·
Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung
dan tertekan).
·
Mengingat yang negatif & pendendam.
·
Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah.
·
Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya
tujuan.
·
Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan
berubah-ubah.
·
Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan
merencanakan.
·
Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit
disenangkan.
·
Hidup berdasarkan definisi.
·
Sulit bersosialisasi (cenderung pilih-pilih).
·
Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg
menentang dirinya.
·
Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih
sayang).
·
Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian).
·
Memerlukan persetujuan.
Plegmatis
Kekuatan
·
Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh.
·
Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik.
·
Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana.
·
Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi).
·
Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin
segalanya terorganisasi.
·
Penengah masalah yg baik.
·
Cenderung berusaha menemukan cara termudah.
·
Baik di bawah tekanan.
·
Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan.
·
Rasa humor yg tajam.
·
Senang melihat dan mengawasi.
·
Berbelaskasihan dan peduli.
·
Mudah diajak rukun dan damai.
Kelemahan
·
Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan
baru.
·
Takut dan khawatir.
·
Menghindari konflik dan tanggung jawab.
·
Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar).
·
Terlalu pemalu dan pendiam.
·
Humor kering dan mengejek (Sarkatis).
·
Kurang berorientasi pada tujuan.
·
Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri.
·
Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat.
·
Tidak senang didesak-desak.
·
Menunda-nunda / menggantungkan masalah.
Setiap orang bisa
saja memiliki 4 kepribadian sekaligus, namun pasti akan ada 1 kepribadian yang
lebih dominan diantara yang lain.
Dampak Prilaku
Individu dalam Organisasi
Berbicara perilaku organisasi tentu kita berbicara dua hal yang
berbeda namun dalam satu pemaknaan. Yakni prilaku dan organisasi. Dalam
definisi, tentu kita perlu mengkaji satu per satu, guna mendapatkan pemaknaan
yang benar-benar relevan dengan konteks.
Pertama, berbicara
prilaku tentu dalam pandangan kita merupakan sebuah aktifitas pribadi
yang sifatnya melekat. Atau bahkan sering kali mengakibatkan sebuah pelabelan
baik buruknya seseorang. Kemudian yang kedua, yaitu organisasi sendiri dalam
definisi selazimnya merupakan sekumpulan individu yang memiliki tujuan bersama
dengan mengacu pada aturan yang ada.
Sementara jika
berbicara mengenai prilaku organisasi pada dasarnya merupakan sesuatu
yang komplek. Namun,
mengingat perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin melesat. Hal tersebut
kemudian dikembangkan menjadi suatu kajian yang harapannya dapat memberikan
nilai lebih terhadap pelaku ataupun organisasi itu sendiri.
Dalam tingkat
Universitas misalnya, kajian mengenai prilaku organisasi terus mengalami
perkembangan dan peminat yang meningkat. Hal ini juga tidak terlepas dari asa
demokrasi itu sendiri, tentang kebebasan berserikat. Atas dasar hal tersebut kemudian
muncul bagaimana idealnya sebuah organisasi/lembaga, mulai dari struktural hingga
pada tahapan peneliti prilaku.
Prilaku individu
Berbicara prilaku
individu tentu kita akan mengoreksi personal atau pribadi seseorang. Jika dalam
organisasi merupakan paduan dari personal-personal yang ada dalam suatuperkumpulan. Artinya, dalam hal ini kita akan mendapati
berbagai macam karakter, pemikiran, hingga
prilaku yang berbeda-beda.
Kaitan prilaku individu dengan prilaku organisasi
Seperti yang
dipaparkan diatas, bahwa organisasi merupakan perkumpulan suatu kelompok atau individu dengan tujuan bersama. Tentu sangat erat
kaitannya, sebab individu-individu tersebut yang nantinya bakal ada dan
berupaya dalam menggerakan suatu organisasi/lembaga.
Prilaku Organisasi
Sementara prilaku
organisasi itu sendiri merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji tentang
prilaku kelompok, organisasi, hingga pelaku organisasi. Baik itu dari
segi positif maupun negatifnya.
Artinya, secara
sederhana prilaku organisasi juga merupakan sebuah citra yang
dibangun oleh organisasi tersebut dalam menjalankan dan mentranformasikan visi
misinya. Dan hal tersebut juga tidak bisa dipisahkan dari prilaku-prilaku
individu yang ada dalam suatu organisasi/lembaga tersebut.
Sebab dalam
kacamata universal, prilaku organisasi selain
dilihat dari budaya yang coba dibangun oleh organisasi tersebut juga
dilihat dari prilaku-prilaku individu didalamnya. Maka, jangan heran ketika ada
suatu organisasi/lembaga yang memiliki budaya bagus dalam mewujudkan visi misinya,
namun secara prilaku personal/individu didalamnya tidak mencerminkan hal itu,
tentu citra organisasi tersebut sebagai organisasi yang memiliki budaya baik
dalam mewujudkan visi misinya akan hilang.
Karena itu,
sebenarnya Prilaku Organisasi dan Prilaku individu merupakan sebuah satu
kesatuan yang sejatinya saling mendukung serta menguatkan dalam mewujudkan visi
misi organisasi/lembaga. Atau bisa dikatakan keduanya memiliki hubungan
berdampak, baik prilaku individu yang berdampak pada prilaku organisasi maupun
sebaliknya.
Di dalam suatu perusahaan terdapat suatu tindakan atau kebijakan perusahaan dimana anggota dari rekan kerja itu
di tempatkan di posisi apa dan dimana. Salah satu
rekan kerja dapat diposisikan dimana dalam keadaan fisik sangat
dekat dengan karyawan yang lainnya tetapi yang mereka raskan ialah tampak jauh.
Begitupun sebaliknya, seorang rekan kerja dapat diposisikan didalam kondisi
fisik yang jauh tetapi dapat merasakan suatu kondisi dimana perasaan yang dialami
merasa dekat dengan para rekan kerja yang lain. Kondisi ini menunjukkan dengan
jelas bahwa pemahaman tentang rasa kedekatan dapat
diperoleh dengan tidak hanya memperkerjakan suatu karyawan tidak hanya berada
di dalam satu tempa yang sama. Hal ini juga dapat menunjukkan kepada manajer
manajer bahwa hal tersebut memupnyai banyak sekali keuntungan keuntungan.
Kebijakan yang berlaku
dan lamanya menjalani penelitian dapat membuat kita merasa
dekat dengan yang secara fisik dekat dengan kita ( Allen, 1977; Festinger 1951;
Kiesler and Cummings 2002). Penjelasan tentang kondisi diatas disebut dengan
Far-But-Close, dimana secara fisik para rekan kerja berada saling berjauhan
tetapi dapat merasakan kedekatan diantara keduanya. Dalam pendekatan tentang
ini terdapat juga asumsi yang
menyatakan bahwa pengembangan teknologi di dalam teknologi komunikasi mempunyai
pengembangan yang sangat pesat dimana dapat disimpulkan bahwa jarak telah
ditaklukkan (Caimcross 1997). Hal ini menunjukkan bahwa suatu jarak yang jauh
tidak menghalangi efektifitas kinerja suatu perusahaan dimana membuthkan kerjasama
antara rekan kerja yang ada.
Paradok Far-
But-Close ini memusatkan pada efek objek kedekatan fisik. Asumsi tentang
kedekatan fisik yang dikaitkan dengan suatu persaan diri ini, paradigma ini mempunyai pengertian tersendiri tentang
kedekatan intepersonal.
Dimana kedekatan interpersonal di dalam paradigma ini mempunyai posisi yang
lebih ketika orang orang ditempatkan pada posisi yang berbeda. Hal ini
dikarenakan sangatlah sulit untuk melakukan proses pendekatan interpersonal
dimana hubungan face to face tidak dilakukan. Pemahaman tentang kedekatan dan
jarak pada kondisi pekerjaan yang ada tentang orang
orang yang mengalaminya di dalam semata mata pandangan dari segi terminologi fisik adalah merupakan suatu pandangan yang
tidak sempurna. Hal ini jelas digambarkan pada anggapan bahwa untuk meneliti
tentang kedekatan perasaan pada masing masing anggota dalam suatu kelompok
kerja.
Paradok dari perasaan kedekatan
Anggota tim dengan
tingkatan rendah pada jarak fisik atau bisa disebut berada pada posisi fisik
yang dekat tidak harus merasakan jauh pada masing masing anggota dalam
kelompok. Begitu juga dengan sebaliknya, bahwa rekan kerja dimana yang secara
fisik yang berada pada kedekatan tidak selalu mendorong kearah kedekatan.
(Cohen dan Bailey 1997). Kedekatan fisik serta perasaan kedekatan masih
diperjuangkan dengan pengembangannya, seperti dalam kaitannya terdapat pula
faktor faktor pada dunia pikiran yang berbeda seperti pada faultlines ( Lau dan
Murnighan 1998), fungsi (Tukang Parkir 1994) dan sub sub kelompok (Gibson dan
Vermeulen 2003). Ada suatu situasi ketika fisik dengan rasa kedekatan dapat
disejajarkan.
·
Paradok Close-But-Far. Yaitu mereka yang secara fisik
dekat tetapi merasakan kejauhan antara keduanya. Wilson 2001 dalam studi
cross-functional memberikan suatu contoh dimana suatu grup kerja itu menerapkan
model ini, di sini adalah dalam regu perbankan. Dalam kelompok perbankan masing masing anggota
melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing masing anggota tanpa memperdulikan
ataupun memperhatikan kebutuhan atau kepentingan dari anggota yang lainnya. Di
dalam kelompok kerja pada perbankan, mereka dituntut untuk berfikir sendiri
sesuai tanggung jawab dan tugas mereka tanpa terikat oleh teman teman atau
rekan kerja satu tim mereka. Mereka jarang ditugaskan untuk terjun langsung
menghubungi rekan kerja atau bahkan pelanggan mereka. Contoh ini selalu
terdapat pada sebuah regu kerja dimana terdapat tuntutan yang ketat, aktivitas fisik
yang padat serta otoritas kuat yang mengatur.jalannya aktivitas perusahaan.
Dapat disimpulkan pula bahwa kedekatan secara fisik tidak dapat menjamin secara
otomatis meningkatkan kedekatan hubungan antar personal.
·
Paradok Far-But-Close. Pendekatan ini berarti dimana
berada pada posisi fisik yang jauh tetapi merasa dekat satu sama lain. Hal ini
bertentang dengan situasi pada kwadran 2, dapat dilihat pada proyek
pengembangan software dimana anggota yang secara geografis berada jauh atau
dipisahkan satu sama lain tetapi seolah olah mereka berada pada suatu keadaan
yang dekat dan merasakan kedekatan satu sama lainnya. Walaupun kehadiran akan
kebutuhan komunikasi/ interaksi face to face sangat dibutuhkan di dalam
kerjasama untuk menciptakan suatu hasil yang dirasa sangat baik, tetapi dapat
dibuktikan dengan adanya pengembangan perangkat lunak seperti berkembangnya
teknologi linux yang sangat sukses membuat ungkapan ini bergeser.
Komunikasi serta interaksi yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan memanfaatkan
teknologi tersebut sehingga komunikasi yang diciptakan lebih kuat dibandingkan
harus melakukan komunikasi yang menurutnya sangat pentng bagi hubungan
kedekatan interpersonal ayitu face to face. Kuatnya komunikasi dengan
menggunakan perangkat lunak ini dikarenakan karenan dengan menggunakan
perangkat luanka ini dapat diperoleh suatu identitas yang bisa disebut dengan
cuma cuma. Jadi dapat disimpulakan dalam suatu kerjasama teknologi komunikasi
adalah suatu faktor pendukung yang penting untuk kelancaran dalam proses
tersebut.
Model Perasaan Kedekatan
Perasaan kedekatan
adalah suatu bentuk hubungan yang tidak simetris dan diadic yang menggambarkan persepsi seseorang
tentang orang lain. Fokus pembahsannya adalah diadic karena orang orang
membentuk persepsinya sendiri terhadap orang lain selama dalam satu kelompok
kerjasama. Disisi lain terdapat pula suatu persepsi yang tidak simetris yaitu
dapat dijelaskan dalam contoh dimana seseorang dapat merasakan adanya
tanggungjawab manajer tetapi dia tidak mempunyai posisi dan tanggungjawab
sebagai seorang manajer itu. Dimensi teori ini dapat menagcu pada suatu
penilaian mental tentang sejauh mana suatu tim tersebut terlihat. Hal ini
berarti perasaan kedekata bukanlah suatu penilaian akal ataupun kesadaran,
tetapai penilaian diri yang berlandaskan pada emosi. Orang dapat
mengidentifikasi suatu perasaan kedekatan seseorang dalam konteks yang luas
tetapi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut:
·
Persepsi kedekatan mengacu pada suatu
pemikiran ataupun perasaan individual. Fokus dari persepsi ini adalah dimana
suatu penilaian dilakukan pada perseorangan bukan pada seluruh anggota ataupun
menganbil prinsip generalisasinya.
·
Model ditujukan kepada anggota regu yang saling
bekerjasama dan bergantung satu sama lain. Hal ini ditujukan karena tanpa
saling ketergantungan tidak mungkin tercipta suatu interaksi yang intersif
serta proses komunikasi dan identifikasi yang menjadi faktor adanya perasaan
kedekatan.
·
Model ini dimaksudkan kepada anggotan dari kelompok
agar dapat melaksanakan proses kerjasama yang baik dalam masa mendatang.
Terdapat pula Longer-Term Interaksi dan prosper kerjasama yang menjadi faktor
pokok di dalam model ini, mencangkup komunikasi, identifikasi dan jaminan
struktural (alge et Al dkk 2003).
Pada model itu
sendiri proses identifikasi, komunikasi, serta organisasi
sosial menjadi faktor yang mempengaruhi dalm model tersebut.
Kedekatan fisik
Jarak fisik antar
anggota regu menjadi basis pertimbangan selanjutnya dalam perasaan kedekatan. Terdapat
ungkapan bahwa “apa yang dirasa jauh bagi seseorang mungkin dapat dirasakan
dekat oleh orang lain”(Harrison-Hill 2001). Hal ini enunjukkan bahwa kedekatan
fisik mempunyai arti dan persepsi yang berbeda pada masing masing orang. Dapat
dinyatakan juga bahwa jarak yang nyata merupakan faktor kecil dari semua faktor
yang mempengarusi perasaan kedekataan pada hubungan antar anggota kelompok.
Kesimpulannya yang dapat menarik titik tengah dan menghubungkan atara jarak dan
perasaan kedekatan adalah proses komunikasi dan identifikas.
Proses Perasaan Kedekatan
Komunikasi dan identifikasi adalah inti dari proses pengaruh perasaan
kedekatan terhadap orang lain.
Komunikasi
Frekwensi, kedalaman,
serta aktivitas internal komunikasi meningkatkan persepsi kedekatan.
Karakteristik komunikasi mempengarui persepsi kedekatan melalui 3 mekanisme,
yaitu:
·
Meningkatkan teori silence. Frekwensi komunikasi
meningkatkan teori silence dari jarak orang lain. Teori silence mengacu pada
bagaimana siap atau sering sesuatu datang untuk mengurus (Sutrop 2001).
Komunikasi sering menyebabkan orang lain jauh untuk berada lebih ‘top-of-mind’
dan mempunyai konsekuensi untuk nampak lebih proximal. Contohnya disini adalah
dalam kelompok perbankan.
·
Angan angan tentang konteks lain. Frekuensi dan
kedalaman komunikasi mendorong seseorang untuk mengahrapkan atau meminpikan
konteks lain. Orang orang mengkomunikasikan menjadi lebh muah untuk memimpikan
konteks lain itu dengan menunjukkan situasi lokal secara lebih detail (Gibson
dan Gibbs 2006). Semakin kuat dan rinci suatu gambaran maka semakin yang
terdekat itu nampak di dalam suatu cara yang sementara atau dapat disebut juga
berhubungan dengan perasaan. Frekwensi kedalaman dan interaktivitas komunikasi
juga bertindak untuk membuat jaran orang lain menjadi dapat diramalkan. Ini
terjadi sampai pada mekanisme ke 3.
·
Mengurangi ketidakpastian. Komunikasi adalah suatu
sarana utama untuk mengurangi ketidak pastian tentang orang lain (Berger dan
Calabrese 1975). Sedangkan ketidakpastian terhadap orang lain mengurangi
perasaan kedekatan antar anggota. Ketika anggota memberhentikan frekwnsi
komunikasi maka itu akan menciptakan keraguan atau ketidakpastian yang mana
pada saatnya akan menjadi jarak yang besar (Cramton 2001). Contohnya disini
adalah dapat dilihat pada anggota kelompok yang bekerja pada kelompok perangkat
lunak.
Identifikasi
Identifikasi ini
adalah suatu proses yang lain dalam perasaan kedekatan. Proses dan status
identifikasi menghasilkan suatu persepsi kedekatan antar seseorang melalui 3
mekanisme, yaitu:
·
Menciptakan suatu basis untuk umum. Kesamaan latar
belakan dan pengalaman adalah suatu faktor yang penting dimana orang orang
dapat menyimpulkan kondisi yang umum itu ada.
·
Mengurangi ketidakpastian. Identifikasi dapat
menibgkatkan perasaan kedekatan dengan cara mengurangi ketidakpastian yang ada.
·
Menggunakan atribut posistif ketika data yang riil
tidak didapatkan. Identifikasi memimpin kearah orang orang ketika perilaku yang
dilakukan bukalah merupakan sikap yang nyata atau kelihatan.
Suatu identitas bersama dapat menciptakan suatu kondisi psikologis jarak antara anggota regu yaitu mebantu mereka
menjembatani kedekatan fisik dan jarak yang ada. Identifikasi disini juga
berhubungan dengan proses komunikasi di dalam suatu perasaan kedekatan. Yaitu dima
apabila suatu komunikasi yang buruk dapat menghambat peluang untuk
mengembangkan memperoleh / menemukan identitas bersama.jadi kesimpulannya
identitas dan komunikasi mempunyai dampak yang positif terhadap perasaan kedekatan.
Faktor Organisasi Sosial
Anggota kelompok
berfungsi juga untuk meningkatakan kedekatan seseorang terhadap oang lain yang
mempunyai kondisi fisik jauh. Terdapat 2 fokus yang ada dalam faktor ini,
yaitu:
·
Struktur jaringan. Kepadatan jaringan merupakan kekuatan dari seluruh
anggota regu yang saling berhubungan dan dihubungkan oleh suatu hubungan yang
kuat. Jaringan yang padat membantu perkembangn identifikasi dengan kelompok
(Portes dan Sensenbrenner 1993), norma norma lebih kuat dan keikutsertaan di
dalam suatu mayarakat berhubungan erat (Garton et Al 1996).
·
Jaminan Struktural. Jaminan struktural mengacu
pada kondisi kondisi yang membuat berbagai hal nampak adil dan aman dalam suatu
organiasasi. (Shapiro 1987). Dengan jaminan struktural, individu akan dimungkinkan
untuk berkomunikasi secara terbuka untuk menyingkap informasi pribadi dan untuk
menemukan dan menciptakan suatu identitas umum untuk kelompok. Mereka dapat
juga membantu mengurangi ketidakpastian. Disini teknologi menjadi komponen
utama dalam struktur jaringan, dimana disini memainkan peran dalam proses
komunikasi, identifikasi dan aktivitas internal.
Faktor Individu
Beberapa
karakteristik individu mempengaruhi persepsi kedekatan melalui pengaruh mereka pada
proses komunikasi dan identifikasi. Faktor individu ini dipengaruhi juga oleh
kebiasaan yang ada. Misalkan apabila terbiasa dalam kondisi kerja maya, maka
dia akan lebih terlibat dalam proses mengalami kedekatan perasaan melalui
komunikasi dan identifikasi ditingkat dorongan dengan orang lain yang berada
jauh.
Keterbukaan pada pengalaman
Individu yang dapat
mencetak prestasi dan sukses dapat berlaku flexible terbuka terhadap
pengalaman, bersikap toleran dan selalu mencari tahu tentang kodisi dan posisi
apabila dihadapkan pada situasi baru. Terbuka terhadap perubahan dapat saling
membantu atara anggota kelompok untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
tersebut, merupakan suatu bentuk proses komunikasi yang sangat baik yang
dilakukan indiviu sehingga tercipta hubungan kedekatan perasaan.
Pengalaman dengan pekerjaan yang terpisah
Diharapkan bahwa
orang yang mengalami pemisahan ataupun pemindahan pekerjaan dapan melakukan
komunikasi ataupun identifikasi dengan anggota kelompok ayng ditinggalkan
(jauh). Peningakatn penggunaan teknologi serta cara cara seperti proses
identifikasi merupakan suatu komponen yang harus diguanakan dalam hal ini. Ini
ditujukan agar dapat menemukan identitas bersama dalam hubungan jauh serta
kedekatan tersebut dapat diwujudkan.
Konsekuensi merasa dekat
Rasa kedekatan dapat
memberikan konsekuensi penting
untuk outcomes individu dan kelompok. Dengan tingginya rasa kedekatan maka kita
mengaharapkan kelompok akan lebih kuat, lebih tegap dalam mempelajari kegiatan
kelompok,anggota tim yang kuat dan penukaran anggota – ketua dan kemauan tinggi
terhadap kerjasama kelompok pada masa depan. Rasa kedekatan tidak mengembangkan
kejengkelan mengenai ruang yang jauh memisahkan antar anggota tim. Perasaan
yang menutup ketidakpastian saat berada pada tempat kerja yang jauh dapat
meningkatkan sedikitnya 2 dari 3 dimensi efektifitas, yaitu :
·
Kemampuan untuk bekerjasama dimasa yang akan datang.
Konfilk Organisasi
adalah suatu proses interaksi antaran anggota organisasi yang
lebih bersifat pertentangan karena suatu perbedaan, misalnya perbedaan dalam
hal pendapat mengenai suatu hal, dan biasanya konflik ini terjadi antara pihak-pihak tertentu didalam
suatu organisasi.
Konflik merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang
kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian
halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa dihadapkan
pada konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan konflik
(destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai terhadap
ide-ide yang berkembang.
Konflik merupakan hal
yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi, disebabkan oleh banyak
faktor yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari banyak individu dan
kelompok yang memiliki sifat dan tujuan yang berbeda satu sama lain.
Konflik berasal dari
kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa
juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri.
Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian,pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya
ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang
wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan
dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di
masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya,
integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik
Manajemen konflik
sangat berpengaruh bagi anggota organisasi. Pemimpin organisasi dituntut
menguasai manajemen konflik agar konflik yang muncul dapat berdampak positif
untuk meningkatkan mutu organisasi. Manajemen konflik merupakan serangkaian
aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen
konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang
mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak
luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan
interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga,
yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal
ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada
kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross (1993), manajemen konflik
merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam
rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau
agresif.
Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan
diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan
pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan
yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi
(termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan
dan penafsiran terhadap konflik. Sementara Minnery (1980:220) menyatakan bahwa
manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota
merupakan proses. Minnery (1980:220) juga berpendapat bahwa proses manajemen
konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif,
artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus
menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan
ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan
diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah
yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau
ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi
konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya),
menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan
peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik.
Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan
melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai
partisipan atau pihak ketiga.
Sisi Negatif
Akibat suatu konflik
bisa mengganggu dan secara negatif berpengaruh terhadap individu, kelompok maupun organisasi.
Konflik tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena apabila tidak diselesaikan
maka akibat yang mungkin terjadi, antara lain :
·
Suasana kerja menjadi tidak nyaman.
·
Semakin mempertajam dan memperluas konflik, karena
para pihak biasanya saling mendeskriditkan satu sama lain dan mencari
dukungan/membangun kekuatan.
·
Menimbulkan konflik baru.
·
Terjadi aksi fisik, seperti perkelahian,
penyerangan atau perusakkan.
·
Kerjasama terganggu dan melemah.
·
Mengganggu pencapaian hasil kerja dan tujuan
organisasi.
Perlu diperhatikan
bahwa walau bagaimanapun juga keberadaan konflik bisa menjadi berbahaya ketika
ada faktor-faktor yang mendorongnya. Beberapa kondisi yang
bisa menjadi pemicu merebaknya konflik apabila :
·
Tindakan bermusuhan : Anggota memasuki permainan
menang kalah. Mereka lebih senang meraih kemenangan pribadi daripada memecahkan
masalah.
·
Memegang posisinya dengan kuat : Anggota tidak
melihat perlunya mencapai tujuan yang menguntungkan, mereka memegang teguh
posisinya, mempersempit komunikasi dan membatasi keterlibatannya satu sama
lain.
·
Keterlibatan emosional : Anggota mempertahankan
posisinya secara emosional.
Sisi Positif
Sekalipun konflik
lebih berkonotasi negatif, namun sebenarnya masih ada sisi positif yang bisa
dipetik dari sebuah konflik, antara lain :
·
Membuat dinamika suatu kelompok lebih menarik.
·
Dapat menyadarkan dan menolong seseorang untuk merubah
suatu prilaku menjadi lebih baik.
·
Konflik yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dapat
membimbing ke arah pengambilan keputusan yang lebih matang dan berkualitas.
·
Dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri kita
melalui suatu umpan balik dari interaksi yang terjadi.
·
Dapat melatih kita untuk asertif.
Sisi positif konflik
ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menciptakan konflik dengan sengaja,
seperti yang dilakukan oleh sebagian orang. Tetapi sisi positif ini menjadi
cara pandang ketika konflik telah muncul.
Ada ungkapan bahwa,
”Hal pertama yang perlu kita lakukan dalam menghadapi masalah, bukanlah
memikirkan bagaimana memecahkan masalah, tetapi bagaimana menyikapi masalah”.
Arti ”menyikapi” dalam konteks ini adalah apakah sikap kita tenang, tegang,
emosi, berpikir positif ataukah negatif ketika menghadapi masalah ?.
Dengan demikian, sisi positif dari konflik ini bisa dijadikan dasar pandangan kita
untuk berpikir positif dan
bersikap tenang sebelum memecahkan konflik.
Pandangan tentang
konflik
Terdapat perbedaan
pandangan terhadap peran konflik dalam kelompok atau organisasi. Ada yang
berpendapat bahwa konflik harus dihindari atau dihilangkan, sebab jika
dibiarkan akan merugikan organisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa jika
konflik dikelola sedemikian rupa, maka konflik itu akan membawa keuntungan bagi
kelompok atau organisasi. Inilah yang disebut sebagai the conflict paradox,
dimana di satu sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, sementara banyak kelompok atau organisasi
malah berupaya meminimalisir konflik. Beberapa pandangan, terhadap konflik
dalam organisasi :
·
Pandangan Tradisional (the traditional view).
Pandangan ini berasumsi bahwa semua konflik berkonotasi negative, dan berbahaya
bagi pencapaian tujuan organisasi. Sebab, konflik menghalangi koordinasi dan
kerja sama tim untuk mencapai tujuan.
·
Pandangan aliran hubungan kamanusiaan (the human
relations view). Pandangan ini menganggap bahwa konflik adalah hal biasa dalam
interaksi antara individu dan kelompok dalam organisasi, yang adakalanya
berguna bagi organisasi. Di sini, konflik mengangkat kinerja kelompok.
·
Pandangan Interaksionis (the interctionist view).
Menurut pandangan ini, konflik bisa dimanfaatkan untuk kemajuan organisasi.
Sebab, tanpa konflik, organisasi akan statis, apatis dan tidak tanggap pada
kebutuhan pegawai, bahkan tidak termotivasi melakukan evaluasi diri dan
inovasi. Karenanya, peran manajer perlu diaktifkan untuk membuat konflik yang
terarah dan harmonis, sehingga merangsang semangat dan kreativitas kelompok.
Stoner dan Freeman
(1992 : 551) mendikotomi konflik, yakni :
·
Pandangan lama (old view), yang berasumsi bahwa tugas
manajemen ialah melenyapkan konflik.
·
Pandangan baru (current view), yang berasumsi bahwa
tugas manajemen ialah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya, untuk
mencapai kinerja yang optimal. Kedua pandangan ini, dibagi berdasarkan lima
aspek, yakni :
·
Cara pandang terhadap konflik. Pandangan lama
menganggap Konflik dapat dicegah/dihindari, sementara yang baru menganggap konflik
tak terelakkan/dihindari.
·
Faktor penyebab timbulnya konflik. Pandangan lama
menganggap Konflik disebabkan oleh kesalahan-kesalahan manajemen dalam
mendesain dan mengelola organisasi, sementara yang baru menyebut disebabkan
oleh banyak faktor, seperti struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi,
nilai-nilai dan sebagainya.
·
Pengaruh konflik terhadap kinerja. Pandangan lama
menyatakan konflik mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang
optimal, sementara yang baru mempercayai konflik mempengaruhi kinerja
organisasi dalam pelbagai kegiatan (in varying degres).
·
Fungsi manajemen. Pandangan lama menilai manajemen
bertugas mengeliminir konflik, sementara yang baru menganggap bahwa manajemen
bertugas mengelola dan mengatasi konflik, sehingga tercapai kinerja yang
optimal.
Konflik dalam organisasi ditandai dengan ciri-ciri:
·
terdapat perbedaan pendapat / petentangan antara
individu atau kelompok,
·
terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan disebabkan
adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi
·
terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu
atau kelompok,
·
adanya pertentangan sebagai akibat munculnya gagasan –
gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi secara efektif,
·
adanya sikap dan prilaku saling menghalangi pihak lain
untuk memperoleh kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang
terbatas.
Sebab-sebab Timbulnya Konflik
Faktor-faktor yang
dapat menimbulkan adanya konflik dalam suatu organisasi antara lain
adalah :
·
Berbagai sumber daya yang langka. Karena sumber daya
yang dimiliki organisasi terbatas / langka maka perlu dialokasikan. Dalam
alokasi sumber daya tersebut suatu kelompok mungkin menerima kurang dari
kelompok yang lain. Hal ini dapat menjadi sumber konflik.
·
Perbedaan dalam tujuan. Dalam suatu organisasi
biasanya terdiri dari atas berbagai macam bagian yang bisa mempunyai tujuan
yang berbeda-beda. Perbedaan tujuan dari berbagai bagian ini kalau kurang
adanya koordinasi dapat menimbulkan adanya konflik. Sebagai contoh :
bagian penjualan mungkin ingin meningkatkan valume penjualan dengan memberikan
persyaratan-persyaratan pembelian yang lunak, seperti kredit dengan bunga
rendah, jangka waktu yang lebih lama, seleksi calon pembeli yang tidak terlalu
ketat dan sebagainya. Upaya yang dilakukan oleh bagian penjualan semacam ini
mungkin akan mengakibatkan peningkatan jumlah piutang dalam tingkat yang cukup
tinggi. Apabila hal ini dipandang dari sudut keuangan, mungkin tidak
dikehendaki karena akan memerlukan tambahan dana yang cukup besar.
·
Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan.
Organisasi merupakan gabungan dari berbagai bagian yang saling berinteraksi.
Akibatnya kegiatan satu pihak mungkin dapat merugikan pihak lain. Dan ini
merupakan sumber konflik pula. Sebagai contoh : bagian akademik telah
membuat jadwal ujian beserta pengawanya, setapi bagian tata usaha terlambat
menyampaikan surat pemberitahuan kepada para pengawas dan penguji sehingga
mengakibatkan terganggunya pelaksanaan ujian.
·
Perbedaan dalam nilai atau persepsi. Perbedaan dalam
tujuan biasanya dibarengi dengan perbedaan dalam sikap, nilai dan persepsi yang
bisa mengarah ke timbulnya konflik. Sebagai contoh : seorang pimpinan muda
mungkin merasa tidak senang sewaktu diberi tugas-tugas rutin karena dianggap
kurang menantang kreativitasnya untuk berkembang, sementara pimpinan yang lebih
senior merasa bahwa tugas-tugas rutin tersebut merupakan bagian dari pelatihan.
·
Sebab-sebab lain. Selain sebab-sebab di atas,
sebab-sebab lain yang mungkin dapat menimbulkan konflik dalam organisasi
misalnya gaya seseorang dalam bekerja, ketidak jelasan organisasi dan
masalah-masalah komunikasi.
·
Perselisihan (Dispute). Bagi kebanyakan orang awam,
kata konflik biasanya diasosiasikan dengan “dispute” yaitu “perselisihan”
tetapi, dalam konteks ilmu perilaku organisasi, “perselisihan” sebenarnya sudah
merupakan salah satu dari banyak bentuk produk dari konflik.Dispute atau
perselisihan adalah salah satu produk konflik yang paling mudah terlihat dan dapat
berbentuk protes (grievances), tindakan indispliner, keluhan (complaints),
unjuk rasa ramai-ramai , tindakan pemaksaan (pemblokiran, penyanderaan, dsb.),
tuntutan ataupun masih bersifat ancaman atau pemogokan baik antara fihak
internal organisasi ataupun dengan fihak luar adalah tanda-tanda konflik yang
tidak terselesaikan.
·
Kompetisi (persaingan) yang tidak sehat. Persaingan
sebenarnya tidak sama dengan konflik. Persaingan seperti misalnya dalam
pertandingan atletik mengikuti aturan main yang jelas dan ketat. Semua pihak
yang bersaing berusaha memperoleh apa yang diinginkan tanpa di jegal oleh pihak
lain. Adanya persaingan yang sangat keras dengan wasit yang tegas dan adil,
yang dapat menjurus kepada perilaku dan tindakan yang bersifat menjegal yang
lain.
·
Sabotase. adalah salah satu bentuk produk konflik yang
tidak dapat diduga sebelumnya. Sabotase seringkali digunakan dalam permainan
politik dalam internal organisasi atau dengan pihak eksternal yang dapat
menjebak pihak lain. Misalnya saja satu pihak mengatakan tidak apa-ap, tidak
mengeluh, tetapi tiba-tiba mengajukan tuntutan ganti rugi miliaran rupiah
melalui pengadilan.
·
Insfisiensi/Produktivitas Yang Rendah. Apa yang
terjadi adalah salah satu fihak (biasanya fihak pekerja) dengan sengaja
melakukan tindakan-tindakan yang berakibat menurunkan produktivitas dengan cara
memperlambat kerja (slow-down), mengurangi output, melambatkan pengiriman, dll.
Ini adalah salah satu dari bentuk konflik yang tersembunyi (hidden conflic)
dimana salah satu fihak menunjukan sikapnya secara tidak terbuka.
·
Penurunan Moril (Low Morale). Penurunan moril
dicerminkan dalam menurunnya gairah kerja,
meningkatnya tingkat kemangkiran, sakit,
penurunan moril adalah juga merupakan salah satu dari produk konflik
tersembunyi dalam situasi ini salah satu fihak, biasanya pekerja, merasa takut
untuk secara terang-terangan untuk memprotes fihak lain sehingga elakukan
tindakan-tindakan tersembunyi pula.
·
Menahan/Menyembunyikan Informasi. Dalam banyak
organisasi informasi adalah salah satu
sumberdaya yang sangat penting dan identik dengan kekuasaan (power). Dengan
demikian maka penahanan/penyembunyian informasi adalah identik dengan kemampuan
mengendalikan kekuasaan tersebut. tindakan-tindakan seperti ini menunjukkan
adanya konflik tersembunyi dan ketidak percayaan (distrust).
Konflik dapat
dikelompokkan ke dalam
·
Konflik peran (person – role conflict), hal ini dapat
terjadi di dalam diri seseorang, dimana peraturan yang berlaku tak dapat
diterima oleh seseorang sehingga orang itu memilih untuk tidak melaksanakan
sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut.
·
Konflik antar peran (inter-role conflict), dimana
orang menghadapi persoalan karena dia menjabat dua atau lebih fungsi yang
saling bertentangan, misalnya saja anggota serikat pekerja yang juga pengawas
atau mandor perusahaan.
·
Konflik pemenuhan harapan kelompok (intersender
conflict), konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa
orang yang saling berbeda.
·
Konflik dari informasi yg bertentangan (intrasender
conflict), konflik timbul karena disampakannya informasi yang saling
bertentangan.
Kelompok konflik yang pertama, pada hakekatnya meminta kesadaran
orang untuk mematuhi peraturan yang ada atau
memerlukan kesetiaan orang
akan organisasi. Kelompok konflik yang kedua, dapat dihindari dengan
mendifinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan
dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibatnegatif
dwifungsi dapat diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik yang ketiga, dapat
dihindari dengan memperlakukan sama kepada semua pihak yang berkepentingan. Dan
kelompok konflik yang keempat, dapat dihindari dengan sistem informasi yang lebih baik serta dengan adanya buku
pedoman dan petunjuk perusahaan.
Dalam kehidupan
organisasi, konflik dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling
bertentangan. Atas dasar hal ini kita mengenal lima jenis konflik:
·
Konflik dalam diri individu, yang terjadi apabila
individu menghadapi ketidak pastian tentang pekerjaan yang diharapkan untuk
melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau
bila individu diharapkan untuk melakuakan lebih dari kemampuannya.
·
Konflik antar individu dalam organisasi yang sama,
dimana hal ini sering terjadi akibat perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik
ini juga berasal dari adanya konflik anatr peranan (seperti antar manajer dan
bawahan).
·
Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan
cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum
diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
·
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama,
karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok (misalnya bagian
keuangan dan marketing).
·
Konfilk antar organisasi, yang timbul akibat bentuk
persaingan ekonomi dalam suatu sitem perekonomian suatu negara. Konflik ini
menimbulkan pengembangan dan inovasi produk, teknologi, dan persaingan harga
dalam penggunaan sumber daya yang lebih efesien.
Robert B. Muddux
mengklasifikasikan 5 gaya tanggapan menghadapi konflik. Berikut ini penulis
paparkan gaya tersebut berikut ciri prilaku dan alasan penyesuaiannya,
yaitu :
Gaya Menghindar
Ciri Prilaku :
Tidak mau berkonfrontasi. Mengabaikan atau melewatkan pokok permasalahan.
Menyangkal bahwa hal tersebut merupakan masalah. Alasan Penyesuaian :
Perbedaan yang ada terlalu kecil atau terlalu besar untuk diselesaikan. Usaha
penyelesaian mungkin mengakibatkan rusaknya hubungan atau menciptakan masalah
yang lebih kompleks.
Gaya Mengakomodasi
Ciri Prilaku :
Bersikap menyetujui, tidak agresif dan kooperatif, bahkan dengan mengorbankan
keinginan pribadi. Alasan Penyesuaian : Tidak sepadan jika mengambil
resiko yang akan merusak hubungan dan menimbulkan ketidakselarasan secara
keseluruhan.
Gaya Menang atau Kalah
Ciri Prilaku :
Konfrontasi, menuntut dan agresif. Harus menang dengan cara apapun. Alasan
Penyesuaian : Yang kuat menang. Harus membuktikan superioritas. Paling
benar secara etis dan profesi.
Gaya Kompromi
Ciri Prilaku :
Mementingkan pencapaian sasaran utama semua pihak serta memelihara hubungan
baik. Agresif dan kooperatif. Alasan Penyesuaian : Tidak ada ide perorangan
yang sempurna. Seharusnya ada lebih satu cara yang baik dalam melakukan
sesuatu. Anda harus berkorban untuk dapat menerima.
Gaya Penyelesai Masalah (Kolaborasi win-win)
Ciri Prilaku :
Kebutuhan kedua belah pihak adalah sah dan penting. Penghargaan yang tinggi
terhadap sikap saling mendukung, tegas dan kooperatif. Alasan
Penyesuaian : Ketika pihak-pihak yang terlibat mau membicarakan secara
terbuka pokok permasalahan, solusi yang saling menguntungkan dapat ditemukan
tanpa salah satu pihak yang dirugikan.
Konflik dapat dicegah
atau dikelola dengan:
·
Disiplin. Mempertahankan disiplin dapat
digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan
yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk
memahaminya.
·
Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan.
Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai
dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang
berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih
tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi.
·
Komunikasi. Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan
yang terapetik dan kondusif. Suatu
upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan
menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan
sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
·
Mendengarkan secara aktif. Mendengarkan secara aktif
merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer
perawat telah memiliki pemahaman yang benar,
mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.
Teknik atau Keahlian untuk Mengelola Konflik
·
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
·
Konflik itu sendiri
·
Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
·
Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
·
Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
·
Ketersediaan waktu dan tenaga
Metode untuk
Menangani Konflik
Metode yang sering
digunakan untuk menangani konflik adalah pertama dengan
mengurangi konflik; kedua dengan menyelesaikan konflik. Untuk metode
pengurangan konflik salah satu cara yang sering efektif adalah
dengan mendinginkan persoalan terlebih dahulu (cooling thing down). Meskipun
demikian cara semacam ini sebenarnya belum menyentuh persoalan yang sebenarnya.
Cara lain adalah dengan membuat “musuh bersama”, sehingga para anggota di dalam
kelompok tersebut bersatu untuk menghadapi “musuh” tersebut. Cara semacam ini
sebenarnya juga hanya mengalihkan perhatian para anggota kelompok yang sedang
mengalami konflik. Cara kedua dengan metode penyelesaian konflik. Cara yang
ditempuh adalah sebagai berikut :
Dominasi (Penekanan)
Metode-metode
dominasi biasanya memilki dua macam persamaan, yaitu : (a) Mereka menekan
konflik, dan bahkan menyelesaikannya dengan jalan memaksakan konflik tersebut
menghilang “di bawah tanah”; (b) Mereka menimbulkan suatu situasi manang-kalah,
di mana pihak yang kalah terpaksa mengalah kaena otoritas lebih tinggi, atau
pihak yang lebih besar kekuasaanya, dan mereka biasanya menjadi tidak puas, dan
sikap bermusuhan muncul. Tindakan dominasi dapat terjadi dengan macam-macam
cara sebagai berikut :
·
Memaksa (Forcing). Apabila orang yang berkuasa pada
pokoknya menyatakan “Sudah, jangan banyak bicara, saya berkuasa di sini, dan
Saudara harus melaksanakan perintah saya”, maka semua argumen habis sudah.
Supresi otokratis demikian memang dapat menyebabkan timbulnya ekspresi-ekspresi
konflik yang tidak langsung, tetapi destruktif seperti misalnya ketaatan dengan
sikap permusuhan (Malicious obedience) Gejala tersebut merupakan salah satu di
antara banyak macam bentuk konflik, yang dapat menyebar, apabila supresi
(peneanan) konflik terus-menerusa diterapkan.
·
Membujuk (Smoothing). Dalam kasus membujuk, yang
merupakan sebuah cara untuk menekan (mensupresi) konflik dengan cara yang lebih
diplomatic, sang manager mencoba mengurangi luas dan pentingnya ketidaksetujuan
yang ada, dan ia mencoba secara sepihak membujuk phak lain, untuk mengkuti
keinginannya. Apabila sang manager memilki lebih banyak informasi dibandingkan
dengan pihak lain tersebut, dan sarannya cukup masuk akal, maka metode tersebut
dapat bersifat efektif. Tetapi andaikata terdapat perasaan bahwa sang menejer
menguntungkan pihak tertentu, atau tidak memahami persoalan yang berlaku, maka
pihak lain yang kalah akan menentangnya.
·
Menghindari (Avoidence). Apabila kelompok-kelompok
yang sedang bertengkar datang pada seorang manajer untuk meminta keputusannya,
tetapi ternyata bahwa sang manajer menolak untuk turut campur dalam persoalan
tersebut, maka setiap pihak akan mengalami perasaan tidak puas. Memang perlu
diakui bahwa sikap pura-pura bahwa tidak ada konflik, merupakan seuah bentuk
tindakan menghindari. Bentuk lain adalah penolakan (refusal) untuk menghadapi
konflik, dengan jalan mengulur-ulur waktu, dan berulangkali menangguhkan
tindakan, “sampai diperoleh lebih banyak informasi”
·
Keinginan Mayoritas (Majority Rule). Upaya untuk
menyelesaikan konflik kelompok melalui pemungutan suara, dimana suara terbanyak
menang (majority vote) dapat merupakan sebuah cara efektif, apabla para angota
menganggap prosedur yang bersangkutan sebagai prosedur yang “fair” Tetapi,
apabila salah satu blok yang memberi suara terus-menerus mencapai kemenangan,
maka pihak yang kalah akan merasa diri lemah dan mereka akan mengalami
frustrasi.
Penyelesaian secara integratif
Dengan menyelesaikan
konflik secara integratif, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi
pemecahan persoalan bersama yang bisa dipecahkan dengan bantuan tehnik-tehnik
pemecahan masalah (problem solving). Pihak-pihak yang bertentangan bersama-sama
mencoba memecahkan masalahnya,dan bukan hanya mencoba menekan konflik atau
berkompromi. Meskipun hal ini merupakan cara yang terbaik bagi organisasi, dalam
prakteknya sering sulit tercapai secara memuaskan karena kurang adanya kemauan
yang sunguh-sungguh dan jujur untuk memecahkan persoalan yang menimbulkan
persoalan. . Ada tiga macam tipe metode penyelesaian konflik secara integrative
yaitu metode (a) Consensus (concencus); (b) Konfrontasi (Confrontation); dan
(c) Penggunaan tujuan-tujuan superordinat (Superordinate goals) (Winardi,
1994 : 84- 89)
Kompetisi
Penyelesaian konflik
yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain.
Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
Win-Lose Orientation
Terdiri dari lima orientasi sebagai berikut:
Win-Lose (Menang – Kalah)
Paradigma ini
mengatakan jika “saya menang, anda kalah “. Dalam gaya ini seseorang cenderung
menggunakan kekuasaan, jabatan, mandat, barang milik, atau kepribadian untuk
mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengorbankan orang lain. Dengan
paradigma ini seseorang akan merasa berarti jika ia bisa menang dan orang lain
kalah. Ia akan merasa terancam dan iri jika orang lain menang sebab ia berpikir
jika orang lain menang pasti dirinya kalah. Jika menang pun sebenarnya ia
diliputi rasa bersalah karena ia menganggap kemenangannya pasti mengorbankan
orang lain. Pihak yang kalah pun akan menyimpan rasa kecewa, sakit hati, dan
merasa diabaikan.
Sikap Menang-Kalah
dapat muncul dalam bentuk :
·
Menggunakan orang lain , baik secara emosional atau
pun fisik, untuk kepentingan diri.
·
Mencoba untuk berada di atas orang lain.
·
Menjelek-jelekkan orang lain supaya diri sendiri
nampak baik.
·
Selalu mencoba memaksakan kehendak tanpa memperhatikan
perasaan orang lain.
·
Iri dan dengki ketika orang lain berhasil
Lose-Win (Kalah – Menang).
Dalam gaya ini
seseorang tidak mempunyai tuntutan, visi, dan harapan. Ia cenderung cepat
menyenangkan atau memenuhi tuntutan orang lain. Mereka mencari kekuatan dari
popularitas atau penerimaan. Karena paradigma ini lebih mementingkan
popularitas dan penerimaan maka menang bukanlah yang utama. Akibatnya banyak
perasaan yang terpendam dan tidak terungkapkan sehingga akan menyebabkan
penyakit psikosomatik seperti sesak napas, saraf, gangguan sistem peredaran
darah yang merupakan perwujudan dari kekecewaan dan kemarahan yang mendalam.
Lose-Lose (Kalah – Kalah)
Biasanya terjadi jika
orang yang bertemu sama-sama punya paradigma Menang-Kalah. Karena keduanya
tidak bisa bernegosiasi secara sehat, maka mereka berprinsip jika tidak ada
yang menang , lebih baik semuanya kalah. Mereka berpusat pada musuh, yang ada
hanya perasaan dendam tanpa menyadari jika orang lain kalah dan dirinya kalah
sama saja dengan bunuh diri.
Win (Menang)
Orang bermentalitas
menang tidak harus menginginkan orang lain kalah. Yang penting adalah mereka
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Orang bermentalitas menang menjadi egois
dan akan mencapai tujuannya sendiri. Jika hal ini menjadi pola hidupnya maka ia
tidak akan bisa akrab dengan orang lain, merasa kesepian, dan sulit kerja sama
dalam tim.
Win-Win (Menang-Menang)
Menang-Menang adalah
kerangka pikiran dan hati yang terus menerus mencari keuntungan bersama dalam
semua interaksi. Menang-Menang berarti mengusahakan semua pihak merasa senang
dan puas dengan pemecahan masalah atau keputusan yang diambil. Paradigma ini
memandang kehidupan sebagai arena kerja sama bukan persaingan. Paradigma ini
akan menimbulkan kepuasan pada kedua belah pihak dan akan meningkatkan kerja
sama kreatif.
Kompromi
Melalui kompromi
mencoba menyelesaikan konflik dengan menemukan dasar yang di tengah dari dua
pihak yang berkonflik. Cara ini lebih memperkecil kemungkinan untuk munculnya
permusuhan yang terpendam dari dua belah pihak yang berkonflik, karena tidak
ada yang merasa menang maupun kalah. Meskipun demikian, dipandang dari
pertimbangan organisasi pemecahan ini bukanlah cara yang terbaik, karena tidak
membuat penyelesaian yang terbaik pula bagi organisasi, hanya untuk
menyenangkan kedua belah pihak yang saling bertentangan atau berkonflik.
Yang termasuk
kompromi diantaranya adalah:
·
Akomodasi. Penyelesaian konflik yang menggambarkan
kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada
pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut
adalah taktik perdamaian.
·
Sharing. Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis
antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain
menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi
memuaskan.
Konflik Antara Karyawan dengan Pimpinan
Konflik jenis ini
relatif sulit karena sering tidak dinyatakan secara terbuka. Umumnya karyawan
pihak karyawan lebih cenderung untuk diam, meskipun mengalami
pertentangan dengan pihak atasan. Yang penting
bagi suatu organisasi adalah agar setiap konflik hendaknya bisa diselesaikan dengan baik.
Kebanyakan suatu konflik menjadi makin berat karena lama terpendam. Karena
itulah penting bagi suatu organisasi “menemukan” konflik atau sumbernya sedini
mungkin. Cara yang ditempuh adalah dengan menggalakkan saluran komunikasi ke
atas ( up ward channel of communication ). Menurut Heidjrachman Ranupandojo ada
beberapa cara yang bisa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya,
yaitu :
·
Membuat prosedur penyelesaian konflik (grievance procedure).
Dengan adanya “grievance procedure” ini memberanikan karyawan untuk mengadu
kalau dirasakan adanya ketidak adilan. Keberanian untuk segera memberitahukan
masalah, merupakan suatu keuntungan bagi organisasi/perusahaan.
·
Observasi langsung. Tidak semua konflik disuarakan
oleh karyawan. Oleh karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan dapat mendeteksi ada
tidaknya suatu (sumber) konflik, sehingga dapat segera ditangani sebelum
mengalami eskalasi.
·
Kotak saran (suggestion box). Cara semacam ini banyak
digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini cukup efektif karena
para karyawan ataupun para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan.
Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Namun, lembaga juga harus hati-hati
karena adanya kemungkinan adanya “fitnah” dari kotak saran tersebut.
·
Politik pintu terbuka. Politik pintu terbuka memang
sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering
terjadi karena pihak pimpinan tidak sungguh-sungguh dalam “membuka” pintunya.
Paling tidak ini dirasakan oleh karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak
karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara semacam ini.
·
Mengangkat konsultan personalia. Konsultan personalia
pada umumnya seorang ahli dalam bidang psikologi dan biasanya merupakan staf
dari bagian personalia. Kadang-kaang karyawan segan pergi menemui atasannya,
tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.
·
Mengangkat “ombudsman”. Ombudsman adalah orang yang
bertugas membantu “mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada atau dialami oleh
karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang
yang disegani karena kejujuran dan keadilannya.
Langkah-langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik
·
Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang
menimbulkan ketidak puasan. Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam
mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam
merumuskan cara pemecahannya.
·
Mengumpulkan keterangan/fakta. Fakta yang
dikumpulkan haruslah lengkap dan akurat, tetapi juga
harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau
pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Oleh
karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan denganm hati-hati
·
Menganalisis dan memutuskan. Dengan diketahuinya
masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan. Sering kali dari hasil analisa
bisa mendapatkan berbagai alternatif pemecahan.
·
Memberikan jawaban. Meskipun manajemen kemudian sudah
memutuskan, keputusan ini haruslah dibertahukan kepada anggota organisasi.
·
Tindak lanjut. Langkah ini diperlukan untuk mengawasi
akibat dari keputusan yang telah diperbuat.
·
Pendisiplinan. Konflik dalam organisasi apabila tidak
ditangani dengan baik bisa menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan main
yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran
terhadap peraturan permainan (peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan
pendisiplinan agar peraturan tersebut memiliki wibawa.
Tindakan
pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendisiplinan yang bersifat positif dan
yang bersifat negatif. Yang positif adalah dengan memberi nasihat untuk
kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-cara yang negatif mulai
dari yang ringan sampai yang berat, antara lain dengan :
·
diberi peringatan secara lesan
·
diberi peringatan secara tertulis
·
dihilangkan/dikurangi sebagian haknya
·
didenda
·
dirumahkan sementara ( lay-off )
·
diturunkan pangkat/jabatannya
·
diberhentikan dengan hormat
·
diberhentikan tidak dengan hormat
Menurut Heidjarachman
Ranupandojo pendisiplinan perlu memperhatikan beberapa pedoman, seperti :
·
Pendisiplinan hendaknya dilakukan secara pribadi/individual. Tidak seharusnya memberikan teguran kepada bawahan
di hadapan orang banyak. Hal ini akan memalukan bawahan yang ditegur (meskipun
mungkin benar bersalah), sehingga bisa menimbulkan rasa dendam.
·
Pendisiplinan haruslah bersifat membangun.
Memberikan teguran hendaknya
juga disertai dengan saran tentang bagaimana seharusnya berbuat untuk tidak
mengulangi kesalahan yang sama untuk waktu yang akan datang.
·
Pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung
dengan segera. Jangan menunda-nunda pemberian pendisiplinan sampai masalahnya
terlupakan. Sewaktu kesalahan masih segar teguran akan lebih efektif daripada
diberikan selang beberapa waktu.
·
Keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan. Suatu
kesalahan yang sama hendaknya diberikan hukuman yang sama pula. Jangan
melakukan pendisiplinan dengan pilih kasih.
·
Pimpinan tidak seharusnya memberikan pendisiplinan
pada waktu bawahan sedang absen.
·
Setelah pendisiplinan sikap pimpinan haruslah wajar
kembali.
Tidak dibenarkan
apabila setelah melakukan pendisiplinan pimpinan tetap bersikap membenci
bawahan yang telah melakukan kesalahan. Rasa membenci hanya akan menimbulkan
perlakuan yang tidak adil.
Para manajer/pemimpin memandang konflik secara negatif, karena itu berusaha untuk
menghapuskan semua jenis konflik. Konflik dianggap mengganggu organisasi dan
menghalangi pencapaian tujuan organisasi
yang optimal. Richart Y Chang menyatakan beberapa langkah untuk
menyelesaikan konflik, yaitu :
·
Mengakui adanya konflik.
·
Mengidentifikasi konflik yang sebenarnya.
·
Mendengar semua pendapat dari
semua sudut pandang.
·
Bersama-sama mengkaji cara untuk menyelesaikan.
·
Jadwalkan sesi tindak lanjut untuk mengkaji solusi.
Sementara Gibson
(1990) mengemukakan beberapa teknik/metode dalam menyelesaikan konflik antar
kelompok, ketika konflik itu telah mencapai tingkat yang mengganggu organisasi,
yaitu :
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pemecahan masalah
disebut juga metode konfrontasi, karena berusaha mengurangi
konflik melalui pertemuan tatap muka dari kelompok-kelompok yang bertentangan.
Kelompok yang saling bertentangan memperdebatkan masalahnya dengan mengumpulkan
informasi yang relevan sampai tercapai suatu keputusan.
Tujuan Tingkat Tinggi (Superordinate Goals)
Tujuan tingkat tinggi
meliputi pengembangan serangkaian tujuan dan
sasaran umum. Kelompok-kelompok yang berkonflik diajak untuk bekerjasama
mencapai tujuan dan sasaran yang lebih tinggi. Tujuan tingkat tinggi tidak
dapat dicapai oleh satu kelompok sendirian sehingga setiap
kelompok yang terlibat konflik akan menggantikan semua tujuannya.
Perluasan Sumber (Expansion of Resources)
Keterbatasan sumber
menjadi salah satu sebab konflik. Apa saja yang diperoleh kelompok satu merupakan pengorbanan dari kelompok yang
lain. Sumber yang langka bisa berupa posisi khusus, uang, ruangan, dan
sebagainya. Teknik ini diterapkan dengan memperluas sumber-sumber tersebut,
sehingga setiap orang atau kelompok merasa terpenuhi.
Menghindari Konflik (Avoidance)
Cara ini tentunya
menjadi alternatif termudah, namun tidak
menghasilkan manfaat dalam
jangka panjang. Akibatnya, konflik itu tidak dipecahkan secara efektif atau
tidak dapat disingkirkan.
Melicinkan Konflik (Smoothing)
Cara ini menekankan
pada kepentingan umum dari kelompok-kelompok yang bertentangan dan menghilangkan
perbedaaan di antara mereka. Alasannya bahwa dengan menekankan kesamaan pandangan mengenai
beberapa masalah tertentu, maka akan mudah mengarahkan kepada tujuan bersama.
Kompromi (Compromise)
Dalam metode ini
tidak ada kelompok yang menang atau kalah secara
menonjol, karena keputusan yang dicapai mungkin tidak ideal bagi setiap
kelompok. Kompromi dapat digunakan sangat efektif apabila pencarian tujuan (misalnya
uang) dapat dibagi-bagi. Jika hal ini tidak mungkin, maka satu kelompok harus
berkorban.
Perintah dari Yang Berwenang (Authoritative Command)
Penggunaan wewenang formal merupakan
metode tertua dan paling sering digunakan untuk memecahkan konflik antar
kelompok. Bawahan biasanya mentaati keputusan atasannya, apakah mereka
menyetujui atau tidak. Metode ini berhasil untuk jangka pendek,
tetapi seperti halnya dengan metode menghindari konflik, melicinkan konflik,
dan kompromi, metode ini tidak memusatkan perhatian kepada sebab konflik, namun
hanya pada akibatnya.
Merubah Variabel Manusiawi (Altering the Human
variabble)
Metode ini dengan
merubah prilaku para anggota kelompok yang terlibat. Walupun
hal ini cukup sulit, agak lambat dan sering kali mahal, namun akibatnya sangat
berarti dalamjangka panjang,
karena metode ini memusatkan perhatian pada sebab konflik.
Merubah Variabel Struktural (Altering the Structural
variables)
Metode ini adalah
dengan merubah struktur formal organisasi.
Metode ini bisa berupa tindakan memindahkan,
mengganti, merotasi/memutasi anggota kelompok, atau menciptakan posisi tertentu
untuk bekerja.
Mengidentifikasi Musuh Bersama (Identifying a Common
Enemy)
Kelompok-kelompok
yang berkonflik dibawa untuk mengidentifikasi dan melawan musuh bersama,
sehingga untuk sementara memecahkan perbedaan mereka, misalnya mengidentifikasi
dan melawan pesaing yang lebih hebat.
Demikian beberapa
metode yang bisa digunakan dalam menyelesaikan konflik. Namun perlu
diperhatikan bahwa setiap metode mempunyai kekuatan dan kelemahannya sendiri
dalam situasi dan kondisi yang berbeda-beda. Berpulang kepada kemampuan
pemimpin untuk membaca situasi dan kondisi, memilih serta mengembangkan
keterampilan menerapkan metode tersebut
sumber: wikipedia